Selasa, 13 Maret 2012

ANEKA RAGAM KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT

Buku          : Pengantar Ilmu Antropologi/ bab 7

Pengarang : Koentjaraningrat


Secara umum buku ini “Pengantar Ilmu Antropologi” karya Prof. DR. Koentjaraningrat menguraikan tentang ilmu antropologi mulai dari sejarah hingga perkembangannya. Pada bagian awal dipaparkan tentang ruang lingkup ilmu antropologi yang mengalami pergeseran dari fase ke fase. Lalu dipaparkan pula berbagai macam ilmu yang berhubungan dengan ilmu antropologi. Selanjutnya diuraikan metode yang digunakan dalam ilmu antropologi. Kemudian baru mulai dipaparkan setiap elemen yang dibahas mulai lingkup terkecil hingga terluas secara bertahap, yaitu meliputi pembahasan tentang manusia, kepribadian, masyarakat, kebudayaan dan yang terakhir adalah tentang etnografi.
Secara khusus bab VII, Aneka RAgam Budaya dan Masyarakat berisikan sebagai berikut:
1.      Konsep Suku Bangsa
Suku bangsa. Tiap kebudayaaan yang hidup dalam suatu masyarakat, baik suatu komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau lainnya, memiliki suatu corak yang khas, yang terutama tampak oleh orang yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Warga kebudayaan itu sendiri biasanya tidak menyadadari dan melihat corak khas tersebut. Sebaliknya, mereka dapa tmelihat corak khas kebudayaan lain, terutama apabila corak khas tersebut mengenai unsusr-unsur yang perbedaaannya sangat mencolok dibandingkan dengan kebudayaan itu sendiri.
Suatu kebudayaan dapat memiliki suatu  corak yang khas karena berbagai sebab, yaitu karena adanya suatu unsure kecil (dalam bentuk unsure kebudayaan fisik) yang khas dalam kebudayaan tersebut, atau kebudayaan tersebut memiliki pranata-pranata dengan suatu pola social khusus, atau mungkin juga karena kebudsayaan menganut suatu tema budaya yang khusus. Sebaliknya, corak khas mungkin pula disebabkan karena adanya kompleks unsure-unsur yang lebih besar, sehingga tampak berbeda dari kebudayaan-kebudayaan lain.
Pokok perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan dengan corak yang khas seperti, yang disebut dengan istilah “suku bangsa” (dalam bahasa Inggris disebut ethnic group, yang kalau diterjemahkan secara harfiah menjadi “kelompok etnik”). Istilah suku bangsa dipakai karena sifat kesatuan dari suatu suku bangsa bukan kelompok, melainkan golongan. Konsep yang mencangkup istilah sukku bangsa adalah suatu golongan manusia yan terikat oleh suatu kesadaran  dan jati diri mereka akan kesatuan dari kebudayaan tidak ditentukan oleh orang luar (misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan dsb, yang menggunakan metode-metode analis ilmiah), melainkan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan itu sendiri, seperti misalnya dalam bahsa minangkabau atau ilmu hokum adat Indonesia. Deskripsi mengenai kebudayaan dari suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari suatu karangan etnografi. 
Aneka Ragam kebudayaan suku Bangsa. Sebaiknya kesatuan masyarakat suku-suku bangsa diseluruh dunia dibedakan berdasarkan mata pencaharian dan system ekonominya, yaitu :
1.      masyarakat pemburu dan peramu
2.      masyarakat peternak
3.      masyarakat peladang
4.      masyarakat nelayan
5.      masyarakat petani pedesaan
6.      masyarakat perkotaan kompleks.

2.      Konsep Daerah Kebudayaan
Suatu daerah kebudayaan adalah suatu daerah pada peta dunia yang oleh par aahli antropologi disatukan berdasarkan persamaan unsure-unsur atau ciri-ciri kebudayaan yang mencolok. Dengan pengolongan seperti itu, berbagai suku bangsa yang tersebar di suatu daerah di muka bumi diklasifikasikan berdasarkan unsure-unsur kebudayaan yang menunjukkan persamaaan, untuk memudahkan para ahli antropologi melakukan penelitian analisa komparatif.
Ciri-ciri kebudayaan yang dijadikan dasar dari suatu pengolongan daerah kebudayaan bukan hanya unsusr-unsur kebudayaan fisik saja (misalnya alat-alat yang digunakan berbagai jenis mata pencaharian hidup, yaitu alat bercocok tanam, alat berburu, dan alat transpor, senjata, bentuk-bentuk ornamen, gaya pakaian, bentuk rumah, dsb), tetapi juga unsur-unsur kebudayaan abstrak seperti unsur-unsur organisasi kemasyarakatan, system perekonomian, upacara keagamaan, adat istiadat dll. Persamaan ciri-ciri mencolok dalam suatu daerah kebudayaan biasanya hadir lebih kuat pada kebudayaan-kebudayaan yang menjadi pusat pada kebudayaan yang bersangkutan, dan makin tipis didalam kebudayaan-kebudayaan yang jaraknya makin jauh dari pusat tersebut.
3.      Ras, Bahasa, Dan Kebudayaan
Perbedaan ras pada berbagai suku bangsa tidak mengindari kemungkinan penggunaan bahasa yang walaupun mungkin berbeda-beda, berasal dari keluarga bahasa yang sama. Bahasa orang Huwa, yaitu penduduk daerah pegunungan di Madagaskar, yang memiliki ciri-ciri ras Negroid yang tercampur dengan beberapa ciri ras Kaukasoid Arab, tergolong induk yang sama dengan bahasa Jawa maupun Bgu (salah satu bahasa Irian Jaya), yaitu keluarga bahasa Austranesia. Kebudayaan Huwa yang diklasifikasikan ke dalam kebudayaan Madagaskar, di zaman yang lampau banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Imerina ketika daerah suku bangsa Huwa dikuasai oleh kerajaan Imerina. Kebudayaan orang Huwa adalah kebudayaan agraris, dan religinya yang asli telah mendapat pengaruh agama katolik.
Kebudayaan Jawa juga merupakan kebudayaan agraris. Masyarakat Jawa sebagian besar hidup didaerah pedesaan yang sejak abad ke-9 secara bergantian dikuasai oleh sejumlah kerajaan kuno yang menganut agama Hindu dan Budha Mahayana, dan kemudian dapat pengaruh agama Islam. Para ahli mengolongkan kebudayaan Jawa kedalam lingakaran hokum adat Jawa-Madura. Orang Bgu adalah peramu sagu yang tinggal dalam desa-desa kecil sepanjang lembah sungai dekat rawa-rawa serta hutan-hutan sagu. Sistem religi penduduk asli kini sudah banyak dipengaruhi oleh agama Kristen yang diajarkan oleh para pendeta Belanda.


Selasa, 06 Maret 2012

IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seiring pergantian zaman, paham-paham yang berkembang didunia mengalami berbagai perubahan. Hal ini dipengaruhi oleh pola pikir yang berkembang pada zaman tertentu. Ada pertentangan-pertentangan yang senantiasa bertarung dan secara silih berganti mendominasi pola pemikiran masyarakat.
Misalnya pertarungan antara agama dan sains. Pada zaman pertengahan agama mendominasi, dan sains termarjinalkan. Selanjutnya pada zaman renaissance hingga sekarang, sains mendorninasi dan menjadi alat ukur kebenaran sedangkan agama lebih cenderung dimarjinalkan. Dalam tataran ideologi, pertarungan antara kapitalisme dan sosialisme mewarnai ideologi masyarakat dunia. Pertarungan antara keduanya tentu berdampak pada berbagai sector kehidupan masyarakat, salah satunya pada sector pendidikan.
Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan ditengah masyarakat. Isu tentang pendidikan menarik dan senantiasa actual pendidikan tidak pernah lekang oleh zaman, mulai dari zaman Adam, Hermes, sampai zaman kita sekarang bahkan juga pada zaman-zaman berikutnya.
Pendidikan juga tidak bisa lepas dari ideologi yang berkembang ditengah masyarakat. Ideologi ini turut mewarnai pendidikan sehingga pendidikan yang dilakukan ditengah masyarakat memiliki karakteristik tertentu yang identik dengan ideologi tertentu pula. Setidal-nya ada tiga ideologi yang berkembang dalam dunia pendidikan, yaitu konservatif, liberal dan kapitalis. Perbedaan dari ketiga ideology tersebut terkait dengan bagaimana pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya. Hal ini akan berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan dengan ideologi tertentu. Dan makalah ini akan membahas mengenai ideologi pendidikan konservatif.
B.     Rumusan Masalah
Setelah penulis memaparkan latar belakang masalah diatas dapat di ambil beberapa rumusan masalah agar memudahkan dalam memaparkan materi ini.
1.   Bagaimana Perkembangan Ideologi Pendidikan Konservatif
2.  Peranan Pendidikan Konservatif

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN IDEOLOGI
Secara harfiah ideologi berasal dari kata “ide” dan “logis” yang dapat diartikan sebagai aturan atau hukum tentang ide, konsep ini berasal dari Plato. Ditinjau dari pendekatan aliran, pengertian ideologi dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1.  Ideologi sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap terberi, alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi tingkah laku manusia
2.  Ideologi sebagai ilmu yang mengkaji bagaimana ide-ide tentang suatu hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku.
Ideologi sebagai sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu.[1]
Sedangkan berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), idiologi memiliki arti Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang atau suatu golangan; Paham, Teori dan Tujuan yang merupakan satu program sosial politik.[2]

B.     PENGERTIAN PENDIDIKAN
Menurut Wikipedia (http://id.wikipedia.orglwiki/Pendidikan), Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian din', kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan khususnya di Indonesia yaitu :
1.      Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2.      Faltor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana, masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan

C.     IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF
Pendidikan sebagai anggota ilmu pengetahuan sosial tidak terlepas dari pengaruh berbagai sudut pandang para tokoh pemikir pendidikan. Pendidikan berupaya untuk melegitimasi atau melanggengkan tatanan atau  struktur pendidikan juga mempunyai tugas untuk melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adik. Pendidikan mempunyai tugas agar individu mampu menghadapi perubahan sosial tersebut. Untuk sampai pada pemilihan posisi mana yang akan dijalankan (apakah melanggengkan struktur atau merubah struktur) dapat dicapai melalui ideologi pendidikan mana yang akan dianut.
Menurut John Dewey pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan semesta manusia.[3] Berdasarkan pendapatnya maka mendidik ialah membantu anak dengan sengaja (dengan jalan membimbing) menjadi menusia dewasa yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri baik biologis, psikologis, paedagogis serta sosiologis.
Adapun menurut John Dewey pendidikan itu terdapat dua teori yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu :
1.  Paham Konservatif mengemukakan pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan-kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidikan akan menentukan segalanya. Dalam artian pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar dimana mata pelajaran telah ditentukan menurut kemauan pendidik, sehingga anak tinggal menerima saja.
2.   Paham Unfolding Theory berpandangan bahwa anak akan berkembang dengan sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan latin dimana perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti, tujuan yang dimaksud selalu digambarkan sebagai suatu yang lengkap dan pasti.[4]
Dalam padangan ideologi konservatif ini memandang bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan sesuatu yang alami, sesuatu hal yang sangat mustahil untuk kita hindari. Perubahan dalam faham ini merupakan sesuatu hal yang tidak perlu diperjuangkan karena faham ini percaya bahwa perubahan akan menciptakan sebuah kesengsaraan baru.
Mereka yang miskin, buta huruf dan menderita merupakan kodrat ilahi dan kesalahan mereka sendiri karena tidak bisa merubah dirinya sendiri. Orang miskin harus bersabar dan belajar menunggu nasib sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya semua oang akan menacapai kebebasan dan kebahagian. Sehingga dalam kaum konservatif selalu menjunjung tinggi harmoni serta menghindarikonflik.

C.     MACAM-MACAM IDEOLOGI KONSERVATIF
Pendapat William F. O'neil tentang pendidikan, bahwa pendidikan yang meminimkan kebebasan itu disebut sebagai pendidikan yang konservatif, dan itupun terbagi menjadi 3. yaitu :
1.   Fundamentalis Pendidikan
Fundamentalisme meliputi semua corak konservatif politik yang pada dasarnya anti intelektual dalam arti bahwa mereka ingin meminimalkan pertimbangan filosofis dan atau intelektual, serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan atau consensus sosial yang sudah mapan yang biasanya diabsahkan sebagai akal sehat.[5]
Pandangan aliran ini bahwa pendidikan sebagai proses regenerasi moral sehingga menilai pengetahuan dan kurikulum sebagai alat untuk membangun kembali masyarakat dalam pola kesempurnaan moral, seperti yang ada di masa silam.
Bagi aliran fundamentalisme, kesamaan di antara anak didik lebih penting ketimbang perbedaan yang ada, sehingga metode pembelajaran yang diterapkan pun cenderung tradisional. Misalnya, penyampaian materi dengan melulu metode ceramah, hafalan, dan pengawasan ketat. Semua itu dikendalikan oleh guru (teacher centered), karena siswa dianggap tak cukup mampu untuk mengarahkan proses perkembangan intelektualnya sendiri.
Ada dua variasi dari sudut pandang politisnya yang itu diterapkan dalam dunia pendidikan.
a.       Variasi fundamentalisme pendidikan religius yaitu tampak dalam gereja-gereja Kristen tertentu yang lebih bersifat fundamentalis, yang memiliki komitmen sangat kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup kaku serta harfiah
b.      Variasi fundamentalis pendidikan sekuler, yaitu berciri mengembangkan komitmen yang sama tidak luwesnya dibanding yang religius, terhadap cara pendang dunia melalui akal sehat yang disepakati, yang umumnya menjadi pandangan orang dewasa.
2.   Intelektualisme Pendidikan
Intelektualisme dari ungkapan-ungkapan konservatisme politik yang didasarkan pada sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang pada dasarnya otoriterian. Secara umum, konservatisme filosofis ingin mengubah praktek-praktek politik yang ada (termasuk praktek-praktek pendidikan) demi menyesuaikan secara lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tidak bervariasi.
Dalam dunia pendidikan kontemporer, konservatisme filosofis mengungkapkan diri terutama sebagai intelektualisme pendidikan, dimana dua variasi mendasar intelektualisme pendidikan yang pada intinya bersifat skuler dan dapat diamati dalam pemikiran beberapa orang teoritis pendidikan kontemporer.
Singkatnya, Intelektualisme pendidikan berpendapat bahwa setiap manusia adalah makhluk rasional. Oleh karena itu, sekolah menjadi sarana penting untuk mengajarkan cara menalar dan menyalurkan kebijaksanaan yang tahan lama dari masa silam.
Dengan begitu, wewenang intelektual tertinggi di sekolah terletak pada kecerdasan intelektual, bahwa kebenaran bisa dipahami melalui proses penalaran. Sayangnya, pembelajaran ditekankan hanya pada aspek kognitif, bukan pada aspek afektif dan sosial.
3.   Konservatisme Pendidikan
Pada dasarnya konservatisme adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua dan mapan) didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif. Sejalan dengan itu, ditingkat politisi orang-orang konservatif cukup mewakili dalam tulisan-tulisan para tokoh seperti Edmund Burke.
Dalam dunia pendidikan, Bagi kaum konservatisme pendidikan, tujuan atau sasaran pendidikan adalah sebagai pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi. Berciri ke orientasi ke masa kini, menghormati masa silam, namun ia terutama memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan penerapan pola belajar mengajar di dalam konteks sosial yang ada sekarang.
Orientasi kurikulum (khususnya mata pelajaran) pada konservatisme pendidikan yakni mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis dan lebih baru, seperti: sejarah, biologi, fisika, dan lain-lain yang dianggap sebagai bidang-bidang yang secara langsung relevan dengan berbagai problem masyarakat kontemporer yang paling mendesak dan harus segera diselesaikan.
Adapun dua ungkapan dasar konservatif dalam pendidikan yaitu :
a.       Konservatisme Pendidikan Religius, yaitu menekankan peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat.
b.      Konservatisme Pendidikan Sekuler yang memusatkan perhatiannya pada perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang sudah ada, sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup secara sosial serta efektifitas secara kuat oleh orientasi pendidikan yang bersifat lebih al-kitabiyah dan evangelis (mendakwah agama) yang secara teologis jelas-jelas kurang liberal jika dibanding dengan berbagai aliran utama. Sedangkan konservatisme sekuler cenderung terwakili oleh para kritisi yang tajam dari kalangan pendukung progresifme dan perminisifisme pendidikan.[6]

D.    PERANAN PENDIDIKAN KONSERVATIF
Peranan pendidikan konservatif ialah salah satu tanggung jawab kurikulum untuk mentranmisikan dan mentafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Maka, sekolah sebagai salah satu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial, karena pendidikan itu sendiri pada hakekatnya berfungsi pula untuk menjembatani antara para siswa selaku anak didik dengan orang dewasa di dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih komplek, dengan adanya peranan konservatif ini maka sesungguhnya pendidikan itu berorentasi pada masa lampau. Namun peranan pendidikan konservatif ini sangat mendasar sifatnya.[7]
Sebagaimana pendapatnya John Dewey, bahwasanya pendidikan konservatif merupakan suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau kemampuan IQ peserta didik yang ada di dalam dirinya. Pendidikan akan menentukan segalanya. Dalam artian pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar.[8]


BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan yang kami sampaikan dapat kami simpulkan bahwa: ideologi konservatif memandang bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan sesuatu yang alami, sesuatu hal yang sangat mustahil untuk kita hindari. perubahan dalam faham ini merupakan sesuatu hal yang tidak perlu diperjuangkan karena faham ini percaya bahwa perubahan akan menciptakan sebuah kesengsaraan baru.
Mereka yang miskin, buta huruf dan menderita merupakan kodrat ilahi dan kesalahan mereka sendiri karena tidak bisa merubah dirinya sendiri. orang miskin harus bersabar dan belajar menunggu nasib sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya semua oang akan menacapai kebebasan dan kebahagian. sehingga dalam kaum konservatif selalu menjunjung tinggi harmoni serta menghindari konflik.
Ideologi pendidikan konservatif juga mempunyai tiga tradisi pokok, yaitu fundamentalisme pendidikan, intlektualisme pendidikan dan konservasme pendidikan.


Daftar Pustaka
Depdikans Indonesia, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Pendidikan Nasional. Penerbit : Balai Pustaka; Jakarta
Hamalik, Oemar Pengembangan kurikulum Bandung: Mandar Maju. 1990
Idris, Zahra Dasar-dasar kependidikan Padang: Angkasa Raya. 1981
Sadullah, Uyoh Pengantar Filsafat Pendidikan Bandung: Alfabeta. 2009
Wiliiam O'nail F Ideologi-ideologi Pendidikan Amerika: Pustaka Pelajar.2002




[2] Depdikans Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa  Pendidikan Nasional. (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 123

[3] Zahra Idris, Dasar-dasar Kependidikan (Padang; Angkasa raya, 1981) hlm, 9
[4] Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung, Alfabeta, 2009) hlm, 124
[6] William F. O'nail, Ideologi-ideologi Pendidikan (Amerika: Pustaka Pelajar, 2002) hlm, 105
[7] Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum (Bandung; Mandar Maju, 1990), hlm, 10
[8] Zahra Idris, Dasar-dasar Kependidikan (Padang; Angkasa raya, 1981) hlm, 9